9 Oktober 2025 Oleh admin 0

Syahrul Awalludin Sidiq: Menjaga Kota Yogyakarta Lewat Inovasi Becak Listrik

Sepanjang jalan di Daerah Istimewa Yogyakarta selalu punya cerita tersendiri. Dari hangatnya sapaan penarik becak di kawasan Malioboro, hingga bunyi deru roda delman sepatu kuda yang berpacu dengan langkah wisatawan yang tengah menjelajahi setiap sudut kota.

Tetapi becak bukan sekadar alat transportasi di sini  ia adalah ikon budaya, saksi perjalanan waktu, dan simbol kesederhanaan yang melekat kuat dalam denyut nadi Yogyakarta. Aku ingat malam-malam panjang berdua dengan sahabatku yang juga seorang travel blogger dari Jakarta menggunakan transportasi becak untuk berkeliling kota.

Namun, di balik romantisme itu, ada kenyataan yang kerap terabaikan.
Para pengayuh becak menghadapi tantangan berat,  persaingan dengan berbagai kendaraan bermotor Ojol, biaya hidup yang kian meningkat, dan tenaga yang terkuras habis dari pagi hingga senja.

Jujur, aku agak merasa sungkan ketika naik becak terakkhir kali, berat badanku yang diatas 60 kg di kali 2 belum lagi backpack yang kami bawa pasti terasa berat sekali. Tapi melihat ketulusan Bapak pengayuh becak, mendengarkan ceritanya sepanjang jalan serta memastikan semua baik-baik saja membuat hati terasa hangat.

Selain becak kayuh, di Jogja ini ada juga becak bermotor (bentor) yang harganya agak murah. Tetapi ternyata becak bermotor ini malah menghadirkan masalah baru yakni polusi dan ketidaksesuaian dengan semangat kota hijau yang dijaga Kota Yogyakarta.

Di tengah situasi itu, hadirlah satu sosok muda yang melihat peluang perubahan bukan sekadar dari sisi teknologi, tetapi gerakan sosial yang memanusiakan pengayuh becak.
Namanya Syahrul Awalludin Sidiq,  Beliau menjadi penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2024 bidang Teknologi, dengan inisiatif bertajuk “Becak Listrik dengan Konsep Sosial Movement untuk Penunjang Ekonomi Tukang Becak.”

 Lahir dari Kepedulian, Bergerak untuk Perubahan

Sebagai wisatawan yang sering datang ke Yogyakarta, saya sempat menyaksikan betapa menariknya becak-becak kayuh yang kini bergerak lebih senyap, tanpa suara mesin dan tanpa asap. Rupanya, inilah hasil dari inovasi yang digagas oleh Syahrul melalui perusahaannya, Astrobike  yakni sebuah startup teknologi yang fokus pada pengembangan kendaraan listrik ramah lingkungan.

Bagi Syahrul, becak listrik bukan sekadar alat transportasi baru, melainkan simbol modernisasi yang tetap menghargai akar budaya.Beliau percaya bahwa pengayuh becak harus menjadi bagian utama dalam transformasi ini, bukan sekadar objek perubahan.

Syahrul ingin membantu masyarakat beralih ke transportasi ramah lingkungan yang juga meningkatkan taraf hidup. Pandangan itu ia wujudkan dengan langkah nyata melalui kolaborasi bersama berbagai pihak, termasuk Universitas Ahmad Dahlan (UAD), dalam riset dan edukasi seputar teknologi kendaraan listrik.

Becak Listrik: Mengayuh Tradisi dengan Tenaga Masa Depan

Inovasi Syahrul berangkat dari pengembangan proyek “Broom” atau Becak Stroom, yang digarap bersama komunitas Jogja Lebih Bike. Model becak listrik ini menggunakan motor listrik pada rangka becak tradisional, sehingga tampilan klasik tetap terjaga, tapi performanya meningkat signifikan.

Dalam satu kali pengisian daya, becak ini bisa menempuh jarak hingga 30 kilometer, cukup untuk mengantar wisatawan berkeliling Malioboro, Taman Sari, hingga Kotagede tanpa kendala.
Baterainya pun bisa diisi dari soket listrik rumah biasa, membuat perawatan dan penggunaannya tetap sederhana dan terjangkau bagi para pengayuh.

Sebagai wisatawan, menaiki becak listrik ini memberi sensasi unik — tenang, sejuk, dan bebas polusi. Rasanya seperti kembali menikmati kota lama dengan cara baru, sebuah perpaduan harmonis antara tradisi dan inovasi.

Gerakan Sosial yang Menyentuh Akar Komunitas

Yang membuat gagasan Syahrul begitu istimewa adalah pendekatan sosialnya.
Gerakan becak listrik bukan proyek teknologi semata, tetapi gerakan kolektif yang melibatkan:

  • Pengayuh becak, dalam merancang desain dan uji coba agar sesuai kebutuhan sehari-hari,

  • Pemerintah daerah, yang menyiapkan kebijakan dan infrastruktur pendukung seperti stasiun pengisian daya,

  • Komunitas lingkungan, yang mengampanyekan Yogyakarta Bersih melalui penggunaan transportasi bebas emisi,

  • Dan lembaga keuangan lokal, yang membuka akses kredit ringan agar para pengayuh dapat memiliki becak listrik tanpa beban berat.

Inisiatif ini tumbuh menjadi kampanye bersama bertajuk “Becak Listrik untuk Yogyakarta Bersih”, yang menekankan manfaat bagi kesehatan, lingkungan, dan sektor wisata.

Bagi banyak pihak, ini bukan sekadar program ramah lingkungan, tetapi wujud nyata pemberdayaan komunitas lokal.

Dukungan Pemerintah dan Masa Depan Becak Jogja

Pemerintah Kota Yogyakarta juga menunjukkan dukungan kuat terhadap gerakan ini.
Sejak 2023, becak bermotor di kawasan Malioboro mulai diganti dengan becak listrik, sejalan dengan upaya menjaga kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta yang telah diakui UNESCO sebagai kawasan rendah emisi.

Produksi becak listrik pun dilakukan bertahap — 50 unit pada 202340 unit pada 2024, dan 50 unit lagi direncanakan pada 2025. Setiap becak listrik menelan biaya sekitar Rp50 juta, sebuah investasi untuk keberlanjutan ikon wisata kota ini.

Para pengayuh yang sudah beralih mengakui manfaatnya:
mereka tak lagi kelelahan, lebih cepat sampai tujuan, dan penghasilan meningkat karena lebih banyak wisatawan yang memilih becak listrik untuk berkeliling kota.

Menjaga Warisan, Menatap Masa Depan

Sebagai wisatawan, saya melihat proyek becak listrik ini bukan hanya tentang teknologi, tetapi tentang merawat identitas Yogyakarta agar tetap relevan di era modern.
Kota ini berhasil memadukan nilai tradisi dengan inovasi, tanpa kehilangan jiwa ramah dan hangatnya.

Melalui gagasan Syahrul Awalludin Sidiq, becak bukan lagi sekadar simbol masa lalu, melainkan ikon masa depan yang berkelanjutan.
Inovasi ini menunjukkan bahwa kemajuan teknologi bisa berjalan beriringan dengan kearifan lokal — dan di Yogyakarta, roda becak kini benar-benar berputar menuju masa depan yang lebih hijau, adil, dan manusiawi.

Penghargaan Apresiasi SATU Indonesia Awards 2024

Penghargaan Apresiasi SATU Indonesia Awards 2024 bidang Teknologi yang diraih Syahrul Awalludin Sidiq menjadi tonggak penting. Bukan hanya pengakuan atas inovasi teknologinya, tetapi juga validasi bahwa perubahan sejati lahir dari kepedulian terhadap manusia di balik roda becak.

Harapannya, konsep becak listrik berbasis gerakan sosial ini bisa diterapkan di kota-kota lain di Indonesia  seperti Solo, Pekalongan, atau Malang  yang juga masih menjadikan becak sebagai transportasi wisata.

#APA2025-KSB